Pada 2019 industri kreatif memberikan kontribusi Product Domestic Bruto (PDB) sekitar 8 persen atau sekitar Rp1.200 triliun. Ini membuat Industri kreatif diyakini bakal menjadi tumpuan perekonomian Indonesia yang utama di masa depan.

Namun sayangnya ada beberapa tantangan besar bagi kemajuan industri kreatif di tanah air yaitu  plagiarisme dan juga pembajakan.

Berdasarkan hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) pada 2017, potensi kerugiannya diprediksi mencapai lebih dari Rp 1,4 triliun. Potensi kerugian tersebut terjadi akibat peredaran DVD bajakan dan pengunduhan konten digital secara ilegal. Sementara subsektor musik, berdasarkan data Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri), potensi kerugian pada 2017 diprediksi mencapai Rp 8,4 triliun. Subsektor aplikasi menyumbang potensi kerugian lebih dari Rp 12 triliun pada 2016.

Dilansir dari laman bisnis.com (11/11/2019). Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Kemenparekraf Ari Juliano Gema mengatakan, masalah penggunaan karya orang lain memang masih rentan di Indonesia. Sebab itu, jika ingin menggunakan karya orang lain, seseorang harus meminta izin dari pencipta atau pemegang hak ciptanya baik untuk kegiatan komersil maupun nonkomersil.

“Sekarang harus dilihat, apakah penggunaan itu untuk kepentingan komersil. Kalau memang benar untuk kepentingan komersil, apakah pencipta atau pemegang hak cipta mau mengadukannya ke polisi? Karena tanpa ada pengaduan, tidak bisa polisi melakukan tindakan hukum. Itu karena tindak pidana hak cipta adalah delik aduan.”

Pembajakan tidak hanya membayangi seniman ternama. Dalam dunia digital konten, tantangan untuk melindungi karya ciptanya bagi kreator pemula yang belum memiliki nama besar dan masih awam tentang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) tentunya akan lebih besar karena biasanya banyak kreator pemula yang belum mendaftarkan secara resmi karya ciptanya. Selain itu penyimpanan atau storage digital yang tersedia juga rawan pencurian dari data maupun kehilangan data karena perangkat hilang dan lain sebagainya. Itu sebabnya selain perlindungan hukum akan maraknya pembajakan. Para Kreator tentu mengharapkan adanya solusi preventif plagiarisme maupun pembajakan ini.

Ternyata kemajuan teknologi blockchain dewasa ini bisa mengatasi masalah pembajakan hak cipta tersebut. Melalui kolaborasi antara Internet of Things (IoT) dengan blockchain masalah duplikasi data bisa diurutkan dengan baik dan menjamin penyebaran perangkat dengan melacak langsung dari data sensornya.

Blockchain of Things (BoT) adalah pelopor teknologi blockchain yang membantu sisi keamanan dalam sebuah IoT, menciptakan asset asset yang cerdas ataupun menelusuri keaslian sebuah dokumen kontrak. BoT adalah solusi yang handal dan aman dengan biaya murah yang flexible dan powerfull.

Blockchain pada dasarnya merupakan buku besar digital dimana data yang tersimpan dienkripsi, didistribusikan, dan disinkronkan ke seluruh jaringan terhubung dan hanya pengguna dalam jaringan terhubung yang memiliki kontrol. Dengan begitu data tak rentan manipulasi dan kebocoran.

Salah satu aplikasi yang menerapkan blockchain of things di Indonesia adalah Trusti yang memakai teknologi blockchain Vexanium. Dengan menggunakan Trusti, saat seorang kreator mengupload datanya, akan ada penanda waktu yang mempermudah kreator untuk membuktikan apa dan kapan karya mereka dibuat di depan persidangan atau saat mendaftarkan hak cipta karyanya.

Aplikasi yang sudah bisa di download melalui google playstore ini (keyword : trusti.app.id) juga bisa membantu konten kreator melacak rantai distribusi maupun duplikasi dari karyanya karena setiap tahap distribusi atau duplikasi (copy) dalam Trusti direkam dan disimpan dalam buku besar digital. 

Trusti juga memungkinkan penyimpanan detail informasi produk, termasuk siapa pemiliknya, kapan diproduksi, detail logo dan detail lainnya. Dengan cara seperti ini, pemilik merek dan konsumen bisa dengan mudah mengotentikasi produk dan membedakannya dari yang palsu.

Yang terutama Trusti juga bisa mencatat waktu kapan sebuah merek terdaftar digunakan pertama kali di pasar. Data seperti ini akan membantu apabila terjadi perselisihan dalam kasus non-use. Di Indonesia, teknologi ini juga dapat membantu pihak berwajib dalam mengimplementasikan peraturan No. 13/2016 tentang paten.

Protected with blockchain timestamps